Tuesday 9 October 2012

Perempuan untuk Dunia

Saya akan memulainya dengan perbedaan antara wanita dan perempuan. Nampak sekilas tak ada perbedaan antara keduanya. Beberapa minggu lalu saya melakukan survey kecil-kecilan untuk menemukan pendapat para mahasiswa mengenai apa perbedaan antara wanita dan perempuan. Beberapa dari mereka menjawab tak ada bedanya, sebagian besar menjawab istilah perempuan lebih sopan dibanding wanita, sebagian kecil menjawab wanita lebih enak didengar dibanding istilah perempuan yang kesannya terlalu formal, selebihnya menjawab tidak tahu bahkan ada yang tidak ambil peduli dengan apa yang saya tanyakan kepada mereka.
Lantas apa beda yang nyata antara wanita dan perempuan? Kenapa pada jaman presiden sebelumnya kata wanita dipakai untuk menamai jabatan seorang mentri, Mentri Pemberdayaan Wanita dan kenapa kini Meutia Hatta mengusulkan nama jabatannya diganti menjadi Mentri Pemberdayaan Perempuan? Pernahkan kita bertanya tentang itu sebelumnya?
Kita lihat, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wanita adalah perempuan dewasa, kaum putri (dewasa), wanita yang berkecimpung di kegiatan profesi (usaha, perkantoran, dsb). Sedangkan perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui; wanita; istri, bini; betina (untuk hewan).
Apakah cukup hanya dengan membaca maknanya di kamus? Tentu tidak. Saya belum puas dengan jawaban yang ada. Akhirnya saya melakukan sedikit analisis pendalaman makna. Mari kita tilik bersama. Menurut makna dalam kamus, wanita diartikan sebagai perempuan dewasa yang berkecimpung dalam sebuah profesi. Apakah menjadi seorang istri adalah profesi? Apakah menjadi seorang ibu adalah sebuah profesi? Bagi saya tidak, menjadi seorang istri dan menjadi seorang ibu bukanlah sebuah profesi melainkan sebuah fitrah atau bahasa salah satu agama menyebutnya sebagai hujjah. Menjadi istri dan menjadi ibu adalah sebuah kewajiban yang kadar keharusannya melebihi sebuah profesi. Hamil, melahirkan dan menyusui adalah perbedaan mencolok dari seorang perempuan dan laki-laki.
Lalu bagaimana dengan kata perempuan? Garis besar lahiriah dalam kata perempuan sudah tertunjukkan dalam makna yang terdapat pada kamus. Hal inilah yang menjadi perhatian banyak kalangan karena hal-hal itu yang perlu dilindungi bahkan dihargai keberadaannya.
Sekarang jelas bagi saya, kenapa ibu Meutia Hatta merubah kata wanita menjadi perempuan dikarenakan hak-hak perempuan inilah yang seringkali tidak dianggap dan disepelekan oleh kaum lain (laki-laki) atau bahkan oleh kaumnya sendiri.
Wanita telah menjadi bagian bagi hidup siapapun. Hidupnya, hidup pasangannya, hidup apa yang dicita-citakannya, hidup atas ambisinya, hidup akan keterbatasannya, untuk semua. Seperti para wanita yang diceritakan dalam artikel yang saya kumpulkan dari berbagai bacaan, baik koran maupun jurnal.
Noura al-Faez, adalah seorang wanita yang menjabat sebagai petinggi di Arab Saudi. Dia menjadi pembuka jalan bagi wanita di negaranya. Dimulai dengan ditunjuknya dia sebagai Direktur Urusan Wanita di Lembaga Administrasi Negara. Menurut beberapa sumber yang saya baca mengenai Al-Faez, baik media internet dan lain sebagainya, dia adalah seorang wanita berpendidikan yang haus akan ilmu dan selalu mencintai apa yang dia kerjakan.
Kini, dia telah menjadi cerita baru bagi rakyat Arab, khususnya wanita, bahwa dengan upaya yang keras, kita bisa mendapatkan penghormatan yang layak dari semua pihak. Dia telah membuktikannya. Padahal, seperti yang kita ketahui bersama bahwa di Arab Saudi, wanita selalu mendapatkan pembatasan dalam banyak hal. Contoh kecil saja, di Arab seorang waniita dilarang keras bepergian sendirian. Dia harus ditemani oleh suaminya, ibunya, ayahnya, atau muhrimnya jika dia hendak keluar untuk suatu urusan. Wanita juga dilarang untuk menyetir mobil, sekalipun dia pergi ditemani seorang muhrim. Begitulah adanya.
Bisa saja kita menganggap apa yang dilakukan oleh Al-Faez menjadi sesuatu yang tidak tak lagi biasa jika dibandingkan di negara kita, Indonesia. Ya, di Indonesia sudah sekian lama wanita bisa berkecimpung dalam dunia politik, mendapatkan kesetaraan hak dengan laki-laki (walaupun masih saja sering terjadi diskriminasi terselubung), selain itu juga wanita menjadi makhluk independent selayaknya laki-laki. Dia bisa menentukan pilihannya sendiri. Emansipasi sering menjadi hal yang diserukan setiap hari.
Tetapi apabila kita menilik sejarah bangsa Arab dari mulai jaman jahiliah, sungguhlah apa yang dilakukan Al-Faez sangat berbeda. Saya sebagai mahasiswi jurusan sastra mengagumi betul sosok Al-Faez. Ditengah budaya yang kian semraut, dia kokoh tegak berdiri mnyuarakan keinginan kaumnya untuk dilihat, didengar, dan dihargai.
Walau begitu, ada sederet nama perempuan Indonesia yang patut diacungi jempol atas kiprahnya menjadi seorang pemikir bangsa. Orang-orang yang ikut berkecimpung secara langsung dalam menjalankan pemerintahan.
Dalam artikel yang berjudul Kisah Para Srikandi di Zaman Modern, yang saya gunting dari Koran Kompas, dapat kita temukan beberapa nama petinggi negara yang layak kita hargai langkahnya dalam mempertahankan keinginannya untuk maju menjadi orang-orang penting di negara ini. Sebutlah ibu Sri Murlani Indrawati. Beliau adalah seorang wanita yang luar biasa. Jabatannya sebagai Menteri Koordinator Perekonomian merangkap juga Menteri Keuangan menjadikan namanya selalu kita dengar di berita dan kit abaca di koran. Terkadang saya tak habis pikir, bagaimana bisa beliau membagi waktu antara menjadi seorang yang harus siap sedia dirumah menanti suami dan anak-anak, dengan kesibukannya sendiri sebagai seorang menteri.
Wanita dan kepemimpinan kini menjadi hal yang sangat erat kaitannya satu sama lain. Dalam buku Woman in Power karangan Dorothy W. Cantor dan Toni Bernay, saya membaca penjelasan formula kepemimpinan seorang wanita. Dalam bukunya dijelaskan bahwa:
Formula Kepemimpinan

Kepemimpinan = Kompetensi Diri + Agresi Kreatif + Kekuasaan Wanita

Kompetensi diri berhubungan dengan bagaimana perempuan selalu sadar akan dirinya setiap waktu. Dalam hal ini terkandung pengertian bahwa perempuan pun tidak merasa dipengaruhi oleh situasi, orang, atau peristiwa. Ia tidak merasa harus mengubah perilaku hanya untuk menyenangkan orang lain. Rasa pervaya diri yang kuat membuat seorang perempuan mampu menyatakan prinsip-prinsip yang ia yakini, kendatipun ia sadar bahwa orang lain tidak sepakat atau bahkan memusuhinya.
Kesan pertama saya pada saat menbaca kata ‘agresi kreatif’ adalah sebuah ide ‘diluar jangkauan’ yang sering kali dimiliki perempuan untuk menyelesaikan permasalahan yang ia hadapai akan tetapi tetap pada taraf yang wajar. Akan tetapi, yang saya lihat adalah, bagaiman seorang perempuan memiliki sifat agresif.
Kita semua tahu, dalam budaya kita, kata agresif selalu erat kaitannya dengan ha-hal yang berhubungan dengan nafsu, arogan, perang, dan lain sebagainya. Kata agresif juga dibahas dalam buku Cantor ini. Terkadang, agresi dalam diri wanita dianggap sebagai suatu kelemahan. Penggambaran wanita agresifsebagai makhluk jahat yang mengerikan bisa dijumpai dalam karya sastra Yunani kuno. Scylla dan Charybdis, wanita yang menjelma sebagai batu karang dan pusaran air, membunuh pelaut ceroboh; Medusa, wanita berambut ular, mampu menyihir orang jadi batu.
Siapapun pasti takut pada agresi yang dilakukan oleh perempuan. Kita bisa melihat beberapa refensi filma box office, seperti sosok protaginis yang diperankan Glenn Close dalam Fatal Attraction, seseorang yang memiliki cinta yang begitu meluap dan berwatak agresif yang menjadikannya seorang pembunuh psikotis. Atau Sigourney Weaver dalam Working Girl, bos wanita yang agresif dan pemarah yang dibenci orang.
Tetapi menurutnya, terlalu picik apabila kita mengartikan satu kata dari satu sudut pandang saja. Apabila agresi selalu dikaitkan dengan hal-hal negativ, maka dia melihat dari sisi positif dari perlakuan agresif seorang wanita. Kutipan dari sebuah buku karangan Karen Horney yang berjudul The Problem of Feminine Masochism, dinyatakan bahwa ‘agresi yang bisa diterima’:
Kemampuan untuk bekerja … mempunyai inisiatif; berusaha keras; menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas; mempunyai ambisi; mempunyai prinsip hidup; membela diri bila diserang; mempunyai pandangan orisinal dan mengemukakannya; mempunyai tujuan hidup dan mampumembuat rencana berdasarkan tujuan tersebut.
Saya berpendapat kata agresi yang kita bahas di atas dapat diganti secara konteks menjadi ketegasan (assertiveness), seolah-olah agresi sangat berkontaksi destrikutif. Dalam hal ini, agresi dapat bersifat konstruktif dan kreatif. Agresi dapat memperkuat pertumbuhan pribadi bila digunakan secara kreatif dan bijaksana.
Bila agresi kreatif adalah agresi yang beguna bagi hidup dan pertumbuhan, kekuasaan wanita adalah kekuatan yang digunakan untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Kekuasaan wanita dalam hal ini erat kaitannya dengan kemampuan mengukur diri dan memanfaatkan potensi yang ada.
Seperti para wanita di balik layar. Saya mengambil sebuah artikel –lagi-lagi dari koran Kompas. Isi bahasannya mengenai wanita yang berada di balik suksesnya kiprah sang suami pada bidangnya masing-masing.
Kristiani Herrawati Yudhoyono adalah satu nama yang juga dibahas dalam artikel tersebut. Sering kita dengar bahwa perempuan selalu terkungkung sistem patriarki, sistem yang meletakkan kaum perempuan terdominasi dan tersubordinasi. Hubungan antara perempuan dan laki-laki bersifat hierarks, yakni laki-laki berada pada kedudukan dominan, sedangkan perempuan subordinat, (laki-laki menentukan, perempuan ditentukan).
Tetapi semua asumsi itu ditampis oleh beberapa nama besar, dan Kristiani Herrawati Yudhoyono adalah salah satunya. Perempuan yang akrab disapa bu Ani ini dapat dipastikan menjadi pendukung dan penopang utama suksesnya SBY dalam pemerintahan. Bu Ani memiliki peran penting dalam hidup SBY.
Sedikit harus saya bahas juga bahwa saya adalah pengagum dari Eva Burne, istri Adolf Hitler. Bagi saya, beliau adalah perempuan sesungguhnya. Perempuan yang mampu mengatasi kesulitan orang yang dia ikuti. Seperti yang kita tahu, Adolf Hitler adalah lelaki yang memiliki watak keras, terkadang arogan, dan sulit untuk ditentang. Satu-satunya tempat aman bagi Hitler adalah bersama istrinya, Eva Burne. Selayaknya kebanyakan wanita Eropa, Eva Burne selalu tampil anggun pada setiap kesempatan. Dalam sebuah buku saya pernah membaca bahwa Hitler hanya takluk pada istrinya. Dahsyat!
Ibu Tien Soeharto, adalah salah satu wanita Indonesia yang saya kagumi secara pribadi. Saya memang tidak pernah bertemu beliau, tetapi dari buku, literatur, dan jurnal yang saya baca mengenai beliau, dapat saya simpulkan bahwa ibu Tien adalah wanita yang luar biasa. Ciri khas keIndonesiaannya selalu ia tampilkan kala menghadiri acara-acara penting bersama suaminya, bapak Soeharto, kala masih menjabat sebagai presiden Indonesia.
Di balik semua laki-laki hebat, pastilah ada seorang perempuan hebat.
Kini, beberapa nama wanita Indonesia telah banyak didengar. Sebagai isteri, sebagai ibu, sebagai para pejuang kaumnya, sebagai cendikiawan, sebagai pemikir bangsa, sebagai bagian terpenting dari penciptaan manusia.
Kita tak akan pernah lepas dari asumsi para seniman yang menjadikan perempuan sebagai sumber inspirasi terbesar dari karya-karya besar mereka. Sebut saja Manaf Maulana. Ia menulis sebuah puisi berjudul Gadis Kecil Menjaring Kupu-Kupu. Kata ‘gadis’, ‘ibu’, ‘wanita’, ‘perempuan’, ‘adinda’, ‘bulan’, selalu kita temui dalam beberapa puisi lain. Karena itu bisa saya simpulkan, perempuan selalu menjadi sumber inspirasi bagi siapapun. Cerita tentang perempuan tidak pernah bosan dibahas, selalu jaadi sorotan utama.
Faisal Syahreza adalah sastrawan yang lahir di kota yang sama dengan kota kelahiran saya. Saya mengenal secara pribadi dengannya. Saya biasa memanggilnya Isal. Kini, Isal menjadi sastrawan yang gemar menulis tentang kebudayaan wanita seutuhnya. Dalam cerpennya yang berjudul Gunung Padang, tokoh perempuan tidak pernah lepas dari sorotan utamanya Dia mengagumi perempuan. Selalu.
Dalam beberapa pementasan drama, perempuan lagi-lagi menjadi tema yang diusung. Pada sebuah teater-tari yang diadakan di teater Salihara, Pasar Minggu beberapa bulan lalu, tema yang diangkat adalah tentang mitos perempuan. Sebuah tampilan yang disutradarai oleh Wahyu Widayati ini mendapat apresiasi yang baik dari penonton. Isinya sendiri menceritakan tentang betapa nafsu kekuasan bisa merusak kebersamaan. Dikisahkan bahwa sekelompok ibu-ibu yang berpakaian Jawa sedang merasa gundah karena suami-suami mereka tengah dikuasai oleh seorang perempuan. Para isteri jadi uring lanataran perempuan yang menguasai suami-suami mereka elok rupawan dan bahenol. Sangat menarik apabila kita melihat langsung teater-tari tersebut.
Saya merasa bahwa sastra bisa berbicara tentang apapun, termasuk masalah rumah tangga seperti ini. Sebetulnya yang diceritakan merupakan masalah klasik yang tak akan habis kita bahas. Terlebih saya menilai urusan rumah tanggal adalah urusan pribadi yang tak perllu orang lain tahu. Tetapi dalam sebuah konteks sastra, kita membahas soal hidup, dan itu adalah bagian darinya.
Selain perempuan dalam karya sastra, perempuan pun bisa menjadi inspirasi dalam bentuk karya seni lain. Seperti yang bisa kita baca di artikel yang saya dapat dari koran Seputar Indonesia. Aneka peran perempuan menjadi daya tarik tersendiri saat dituangkan dalam media kanvas dan ukiran. Pada sebuah pameran yang diadakanl di teater Salihara, Jakarta Selatan, beberapa bulan yang lalu, semua karya yang ditampilkan para perupa perempuan mengemukakan beraneka ragam peran perempuan modern dalam kehidupan rumah tangga.
Sangat menarik!
Sebanyak 13 lukisan dan 7 patung yang sepuluhnya dibuat oleh perempuan menggambarkan peran perempuan klasik yang dikemas secara modern. Perempuan dalam rumah tangga di kehidupan modern. Sedikit perlu kita simak bahwa perempuan pada setiap jaman selalu berbeda, atau lebih tepatnya lagi berubah. Pengertian beberapa gelintir orang mengenai hal ini belum sepenuhnya benar. Kebanyakan orang berpendapat bahwa setinggi-tingginya jabatan perempuan tetap saja dia harus bisa jago di dapur, kasur, sumur.
Saya secara pribadi tidak menampik hal tersebut tapi alangkah lebih baiknya kita sedikit lebih dewasa bahwa kehidupan tak akan berlanjut tanpa ada kaum hawa. Dalam agama yang saya anut, dinyatakan bahwa sebaik-baiknya makhluk adalah perempuan shalehah. Belum pula kita bicara soal perempuan yang menjadi bidadari di surga dan lain sebagainya. Tapi mengapa diskriminsai masih saja sering terjadi. Tak seiring dengan makin banyaknya undang-undang yang mengatur tentang perempuan dan lain sebagainya. Semoga kita bisa lebih dewasa dalam menghadapi hal gender seperti ini.
Kita boleh saja memiliki nilai baku untuk hal-hal tertentu. Tapi ingat saja, Tuhanpun memiliki nilai tersendiri untuk kita.

No comments:

Post a Comment