Thursday 11 October 2012

Juragan Cung

Ini tentang Tuan Cung yang menjadi saudagar kaya di kampung kami. Kami biasa memanggilnya dengan sapaan akrab kami, yaitu Juragan Cung. Dalam banyak hal Juragan Cung membantu kami jika sedang kesulitan. Dia sangat ramah dan berhati mulia. Apabila ada orang sakit, Juragan Cung rela dan ikhlas meminjamkan mobilnya kepada kami. Kalau ada hajatan kecil-kecilan yang diadakan warga, Juragan Cung selalu datang. Beliau sangat menghormati tetangga.

Juragan Cung juga cukup tampan. Dia selalu mengenakan kacamata merek ternama (aku tak bisa mengatakannya karena nama mereknya sulit di eja. Yang ku tahu kacamat itu dia beli saat dia ada di Perancis). Kepala Juragan Cung selalu botak. Nggak terlalu botak-botak banget sih. Tapi potongan rambutnya selalu pendek, ia hanya sisakan barang satu atau dua senti untuk panjang rambutnya. Tapi dia tetap tampan dengan stelan seperti itu. Terlebih, dia belum beristri dan masih sangat muda. Ku perkirakan umurnya baru 30 tahun.

Kalian pasti menyangka bahwa Juragan Cung adalang keturunan China. Bukan, kawan. Dia orang pribumi asli. Dia benar-benar orang Indonesia, bahakn kulitnya nyaris berwarna hitam. Tepatnya sawo matang sekali. Konon, nama Cung diambil ketika dia masih kecil. Juragan Cung sebenarnya adalah orang Sunda. Ketika kecil dia menyenangi daging ayam, tapi tak semua bagian. Dia tak menyukai bagian kepala tapi menyukai bagian leher. Dia menyukai bagian sayap tapi hanya ruas terujungnya saja. Yang jelas, dia sangat menyukai bagian terpencil dari badan ayam: TUNGIR.

Karena dia sangat kaya, dia selalu bisa untuk makan tungir setiap kali dia berselera.

“Ma, hayang dahar yeuh. Lapar!”

“Dahar jeung naon?”

“Cungcurungan hayam.”

“Unggal poé dahar sabatan waktu téh ngan hayoh wé cungcurungan deui cungcurungan deui.”

“Alus Ma, teu loba kabeuki mah moal hésé hirup.”

“Dasar Cung!”

Dari saat itulah nama Cung ada. Jika ku tak salah ingat, nama asli Juragan Cung adalah Rd. Bagja Laku Hadé Rupa. Nama yang aneh. Tapi seorang temanku yang kebetulan orang Sunda pernah berkata bahwa nama asli Juragan Cung memiliki makna dalam yang sangat luar biasa. Bahkan tak ragu temanku itu berkata bahwa bisa jadi hanya ada satu orang saja yang memilik nama seperti itu. Arti namanya adalah Raden yang baik budinya dan tampan rupanya. Sempurna.
Sedikit ku beri tahu kau, kawan. Ini tentang kisah cinta Juragan Cung. Beberapa bulan lalu Juragan Cung patah hati. Dia mencintai seorang gadis desa yang miskin tapi elok parasnya. Gadis itu bernama Rea.

Awalnya yang kami tahu, Rea tinggal sendiri kampong kami. Dia tinggal di sebuah gubuk kecil, ukurannya tak lebih dari 4x4. Dia memasak dengan kayu bakar dan tak ada satupun barang berharga di gubuk itu selain dirinya sendiri. Juragan cung mencintai gadis itu dengan cara yang aneh. Dari situlah kita tahu kenapa sampai usia 30 tahun Juragan Cung masih sendiri. Dia tak berpengalam dengan cinta.

Satu waktu, Juragan Cung datang ke gubuk Rea membawa bingkisan untuk sang pujaan hati. Saat Rea membukanya, kau tahu isi bingkisan itu apa? Bukan boneka, bukan bunga, atau hal-hal yang merah muda. Tapi..stelan bra dan celana dalam wanita. Tak sampai beberapa detik JUragan Cung didorong keluar sambil memegang pipi yang merah karena tamparan. Rea membakar bingkisan dari Juragan Cung bersamaan dengan bakaran kayu bakar untuk memasak.

Minggu berikutnya, Juragan Cung bersiap untuk meminta maaf, tentunya dengan membawa sebuah bingkisan baru. Saat berjalan kaki menuju gubuk Rea, tak disangka rea sedang diam dekat sungai. Langsung saja Juragan Cung mendekatinya.

“Rea, saya minta maaf soal kejadian kemarin.”

“Kalo ngasih bingkisan tu yang sopan dong. Kalau suami memberikan barang itu kepada istrinya ya sah-sah saja. Tapi kita kan pacaran aja enggak”

“Iya maaf. Ini saya kasih yang baru.”

Beberapa detik kemudian Rea meninggalkan Juragan Cung dalam keadaan basah kuyup kecebur di sungai, tentunya dengan tapak tamparan yang baru. Naas.

Ternyata bingkisan yang diberi Juragan Cung kepada Rea adalah barang yang sama hanya saja beda ukuran. Yang sekarang lebih besar daripada yang kemarin. Aku tertawa mendengar gossip ini.
Selang 4 hari setelah kejadian itu, Rea sudah pindah ke tempat yang tidak kami ketahui. Gubuknya kosong begitu saja. Dia tidak pamit kepada siapapun saat pergi. Juragan Cung patah hati. Sejak saat itu Juragan Cung sering berdiam diri di sungai.

Suatu hari aku ingin memberitahukan sesuatu kepada Juragan Cung. Aku tahu harus mendatanginya kemana: sungai. Aku berlari menuju sungai dan kudapati Juragan Cung tidur dengan mulut berbusa. Matanya terbelalak berwarna biru dan satu hal ganjal lagi, badan Juragan Cung terlihat mengkak. Aku hanya berdiri di belakangnya. Padahal aku ingin katakan bahwa barusan aku melihat Rea di tipi pak kades. Rea jadi artis.

No comments:

Post a Comment