Saya
akan memulainya dengan perbedaan antara wanita dan perempuan. Nampak
sekilas tak ada perbedaan antara keduanya. Beberapa minggu lalu saya
melakukan survey kecil-kecilan untuk menemukan pendapat para mahasiswa
mengenai apa perbedaan antara wanita dan perempuan. Beberapa dari mereka
menjawab tak ada bedanya, sebagian besar menjawab istilah perempuan
lebih sopan dibanding wanita, sebagian kecil menjawab wanita lebih enak
didengar dibanding istilah perempuan yang kesannya terlalu formal,
selebihnya menjawab tidak tahu bahkan ada yang tidak ambil peduli dengan
apa yang saya tanyakan kepada mereka.
Lantas
apa beda yang nyata antara wanita dan perempuan? Kenapa pada jaman
presiden sebelumnya kata wanita dipakai untuk menamai jabatan seorang
mentri, Mentri Pemberdayaan Wanita dan kenapa kini Meutia Hatta
mengusulkan nama jabatannya diganti menjadi Mentri Pemberdayaan
Perempuan? Pernahkan kita bertanya tentang itu sebelumnya?
Kita
lihat, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wanita adalah perempuan
dewasa, kaum putri (dewasa), wanita yang berkecimpung di kegiatan
profesi (usaha, perkantoran, dsb). Sedangkan perempuan adalah orang
(manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak
dan menyusui; wanita; istri, bini; betina (untuk hewan).
Apakah
cukup hanya dengan membaca maknanya di kamus? Tentu tidak. Saya belum
puas dengan jawaban yang ada. Akhirnya saya melakukan sedikit analisis
pendalaman makna. Mari kita tilik bersama. Menurut makna dalam kamus,
wanita diartikan sebagai perempuan dewasa yang berkecimpung dalam sebuah
profesi. Apakah menjadi seorang istri adalah profesi? Apakah menjadi
seorang ibu adalah sebuah profesi? Bagi saya tidak, menjadi seorang
istri dan menjadi seorang ibu bukanlah sebuah profesi melainkan sebuah
fitrah atau bahasa salah satu agama menyebutnya sebagai hujjah.
Menjadi istri dan menjadi ibu adalah sebuah kewajiban yang kadar
keharusannya melebihi sebuah profesi. Hamil, melahirkan dan menyusui
adalah perbedaan mencolok dari seorang perempuan dan laki-laki.
Lalu
bagaimana dengan kata perempuan? Garis besar lahiriah dalam kata
perempuan sudah tertunjukkan dalam makna yang terdapat pada kamus. Hal
inilah yang menjadi perhatian banyak kalangan karena hal-hal itu yang
perlu dilindungi bahkan dihargai keberadaannya.
Sekarang
jelas bagi saya, kenapa ibu Meutia Hatta merubah kata wanita menjadi
perempuan dikarenakan hak-hak perempuan inilah yang seringkali tidak
dianggap dan disepelekan oleh kaum lain (laki-laki) atau bahkan oleh
kaumnya sendiri.
Wanita
telah menjadi bagian bagi hidup siapapun. Hidupnya, hidup pasangannya,
hidup apa yang dicita-citakannya, hidup atas ambisinya, hidup akan
keterbatasannya, untuk semua. Seperti para wanita yang diceritakan dalam
artikel yang saya kumpulkan dari berbagai bacaan, baik koran maupun
jurnal.
Noura
al-Faez, adalah seorang wanita yang menjabat sebagai petinggi di Arab
Saudi. Dia menjadi pembuka jalan bagi wanita di negaranya. Dimulai
dengan ditunjuknya dia sebagai Direktur Urusan Wanita di Lembaga
Administrasi Negara. Menurut beberapa sumber yang saya baca mengenai
Al-Faez, baik media internet dan lain sebagainya, dia adalah seorang
wanita berpendidikan yang haus akan ilmu dan selalu mencintai apa yang
dia kerjakan.
Kini,
dia telah menjadi cerita baru bagi rakyat Arab, khususnya wanita, bahwa
dengan upaya yang keras, kita bisa mendapatkan penghormatan yang layak
dari semua pihak. Dia telah membuktikannya. Padahal, seperti yang kita
ketahui bersama bahwa di Arab Saudi, wanita selalu mendapatkan
pembatasan dalam banyak hal. Contoh kecil saja, di Arab seorang waniita
dilarang keras bepergian sendirian. Dia harus ditemani oleh suaminya,
ibunya, ayahnya, atau muhrimnya jika dia hendak keluar untuk suatu
urusan. Wanita juga dilarang untuk menyetir mobil, sekalipun dia pergi
ditemani seorang muhrim. Begitulah adanya.
Bisa
saja kita menganggap apa yang dilakukan oleh Al-Faez menjadi sesuatu
yang tidak tak lagi biasa jika dibandingkan di negara kita, Indonesia.
Ya, di Indonesia sudah sekian lama wanita bisa berkecimpung dalam dunia
politik, mendapatkan kesetaraan hak dengan laki-laki (walaupun masih
saja sering terjadi diskriminasi terselubung), selain itu juga wanita
menjadi makhluk independent selayaknya laki-laki. Dia bisa menentukan
pilihannya sendiri. Emansipasi sering menjadi hal yang diserukan setiap
hari.
Tetapi
apabila kita menilik sejarah bangsa Arab dari mulai jaman jahiliah,
sungguhlah apa yang dilakukan Al-Faez sangat berbeda. Saya sebagai
mahasiswi jurusan sastra mengagumi betul sosok Al-Faez. Ditengah budaya
yang kian semraut, dia kokoh tegak berdiri mnyuarakan keinginan kaumnya
untuk dilihat, didengar, dan dihargai.
Walau
begitu, ada sederet nama perempuan Indonesia yang patut diacungi jempol
atas kiprahnya menjadi seorang pemikir bangsa. Orang-orang yang ikut
berkecimpung secara langsung dalam menjalankan pemerintahan.
Dalam artikel yang berjudul Kisah Para Srikandi di Zaman Modern,
yang saya gunting dari Koran Kompas, dapat kita temukan beberapa nama
petinggi negara yang layak kita hargai langkahnya dalam mempertahankan
keinginannya untuk maju menjadi orang-orang penting di negara ini.
Sebutlah ibu Sri Murlani Indrawati. Beliau adalah seorang wanita yang
luar biasa. Jabatannya sebagai Menteri Koordinator Perekonomian
merangkap juga Menteri Keuangan menjadikan namanya selalu kita dengar di
berita dan kit abaca di koran. Terkadang saya tak habis pikir,
bagaimana bisa beliau membagi waktu antara menjadi seorang yang harus
siap sedia dirumah menanti suami dan anak-anak, dengan kesibukannya
sendiri sebagai seorang menteri.
Wanita dan kepemimpinan kini menjadi hal yang sangat erat kaitannya satu sama lain. Dalam buku Woman in Power
karangan Dorothy W. Cantor dan Toni Bernay, saya membaca penjelasan
formula kepemimpinan seorang wanita. Dalam bukunya dijelaskan bahwa:
Formula Kepemimpinan
Kepemimpinan = Kompetensi Diri + Agresi Kreatif + Kekuasaan Wanita
Kompetensi
diri berhubungan dengan bagaimana perempuan selalu sadar akan dirinya
setiap waktu. Dalam hal ini terkandung pengertian bahwa perempuan pun
tidak merasa dipengaruhi oleh situasi, orang, atau peristiwa. Ia tidak
merasa harus mengubah perilaku hanya untuk menyenangkan orang lain. Rasa
pervaya diri yang kuat membuat seorang perempuan mampu menyatakan
prinsip-prinsip yang ia yakini, kendatipun ia sadar bahwa orang lain
tidak sepakat atau bahkan memusuhinya.
Kesan
pertama saya pada saat menbaca kata ‘agresi kreatif’ adalah sebuah ide
‘diluar jangkauan’ yang sering kali dimiliki perempuan untuk
menyelesaikan permasalahan yang ia hadapai akan tetapi tetap pada taraf
yang wajar. Akan tetapi, yang saya lihat adalah, bagaiman seorang
perempuan memiliki sifat agresif.
Kita
semua tahu, dalam budaya kita, kata agresif selalu erat kaitannya
dengan ha-hal yang berhubungan dengan nafsu, arogan, perang, dan lain
sebagainya. Kata agresif juga dibahas dalam buku Cantor ini. Terkadang,
agresi dalam diri wanita dianggap sebagai suatu kelemahan. Penggambaran
wanita agresifsebagai makhluk jahat yang mengerikan bisa dijumpai dalam
karya sastra Yunani kuno. Scylla dan Charybdis, wanita yang menjelma
sebagai batu karang dan pusaran air, membunuh pelaut ceroboh; Medusa,
wanita berambut ular, mampu menyihir orang jadi batu.
Siapapun
pasti takut pada agresi yang dilakukan oleh perempuan. Kita bisa
melihat beberapa refensi filma box office, seperti sosok protaginis yang
diperankan Glenn Close dalam Fatal Attraction, seseorang yang
memiliki cinta yang begitu meluap dan berwatak agresif yang
menjadikannya seorang pembunuh psikotis. Atau Sigourney Weaver dalam Working Girl, bos wanita yang agresif dan pemarah yang dibenci orang.
Tetapi
menurutnya, terlalu picik apabila kita mengartikan satu kata dari satu
sudut pandang saja. Apabila agresi selalu dikaitkan dengan hal-hal
negativ, maka dia melihat dari sisi positif dari perlakuan agresif
seorang wanita. Kutipan dari sebuah buku karangan Karen Horney yang
berjudul The Problem of Feminine Masochism, dinyatakan bahwa ‘agresi yang bisa diterima’:
Kemampuan
untuk bekerja … mempunyai inisiatif; berusaha keras; menyelesaikan
pekerjaan sampai tuntas; mempunyai ambisi; mempunyai prinsip hidup;
membela diri bila diserang; mempunyai pandangan orisinal dan
mengemukakannya; mempunyai tujuan hidup dan mampumembuat rencana
berdasarkan tujuan tersebut.
Saya berpendapat kata agresi yang kita bahas di atas dapat diganti secara konteks menjadi ketegasan (assertiveness),
seolah-olah agresi sangat berkontaksi destrikutif. Dalam hal ini,
agresi dapat bersifat konstruktif dan kreatif. Agresi dapat memperkuat
pertumbuhan pribadi bila digunakan secara kreatif dan bijaksana.
Bila
agresi kreatif adalah agresi yang beguna bagi hidup dan pertumbuhan,
kekuasaan wanita adalah kekuatan yang digunakan untuk menciptakan
masyarakat yang lebih baik. Kekuasaan wanita dalam hal ini erat
kaitannya dengan kemampuan mengukur diri dan memanfaatkan potensi yang
ada.
Seperti
para wanita di balik layar. Saya mengambil sebuah artikel –lagi-lagi
dari koran Kompas. Isi bahasannya mengenai wanita yang berada di balik
suksesnya kiprah sang suami pada bidangnya masing-masing.
Kristiani
Herrawati Yudhoyono adalah satu nama yang juga dibahas dalam artikel
tersebut. Sering kita dengar bahwa perempuan selalu terkungkung sistem
patriarki, sistem yang meletakkan kaum perempuan terdominasi dan
tersubordinasi. Hubungan antara perempuan dan laki-laki bersifat
hierarks, yakni laki-laki berada pada kedudukan dominan, sedangkan
perempuan subordinat, (laki-laki menentukan, perempuan ditentukan).
Tetapi
semua asumsi itu ditampis oleh beberapa nama besar, dan Kristiani
Herrawati Yudhoyono adalah salah satunya. Perempuan yang akrab disapa bu
Ani ini dapat dipastikan menjadi pendukung dan penopang utama suksesnya
SBY dalam pemerintahan. Bu Ani memiliki peran penting dalam hidup SBY.
Sedikit
harus saya bahas juga bahwa saya adalah pengagum dari Eva Burne, istri
Adolf Hitler. Bagi saya, beliau adalah perempuan sesungguhnya. Perempuan
yang mampu mengatasi kesulitan orang yang dia ikuti. Seperti yang kita
tahu, Adolf Hitler adalah lelaki yang memiliki watak keras, terkadang
arogan, dan sulit untuk ditentang. Satu-satunya tempat aman bagi Hitler
adalah bersama istrinya, Eva Burne. Selayaknya kebanyakan wanita Eropa,
Eva Burne selalu tampil anggun pada setiap kesempatan. Dalam sebuah buku
saya pernah membaca bahwa Hitler hanya takluk pada istrinya. Dahsyat!
Ibu
Tien Soeharto, adalah salah satu wanita Indonesia yang saya kagumi
secara pribadi. Saya memang tidak pernah bertemu beliau, tetapi dari
buku, literatur, dan jurnal yang saya baca mengenai beliau, dapat saya
simpulkan bahwa ibu Tien adalah wanita yang luar biasa. Ciri khas
keIndonesiaannya selalu ia tampilkan kala menghadiri acara-acara penting
bersama suaminya, bapak Soeharto, kala masih menjabat sebagai presiden
Indonesia.
Di balik semua laki-laki hebat, pastilah ada seorang perempuan hebat.
Kini,
beberapa nama wanita Indonesia telah banyak didengar. Sebagai isteri,
sebagai ibu, sebagai para pejuang kaumnya, sebagai cendikiawan, sebagai
pemikir bangsa, sebagai bagian terpenting dari penciptaan manusia.
Kita
tak akan pernah lepas dari asumsi para seniman yang menjadikan
perempuan sebagai sumber inspirasi terbesar dari karya-karya besar
mereka. Sebut saja Manaf Maulana. Ia menulis sebuah puisi berjudul Gadis Kecil Menjaring Kupu-Kupu.
Kata ‘gadis’, ‘ibu’, ‘wanita’, ‘perempuan’, ‘adinda’, ‘bulan’, selalu
kita temui dalam beberapa puisi lain. Karena itu bisa saya simpulkan,
perempuan selalu menjadi sumber inspirasi bagi siapapun. Cerita tentang
perempuan tidak pernah bosan dibahas, selalu jaadi sorotan utama.
Faisal
Syahreza adalah sastrawan yang lahir di kota yang sama dengan kota
kelahiran saya. Saya mengenal secara pribadi dengannya. Saya biasa
memanggilnya Isal. Kini, Isal menjadi sastrawan yang gemar menulis
tentang kebudayaan wanita seutuhnya. Dalam cerpennya yang berjudul Gunung Padang, tokoh perempuan tidak pernah lepas dari sorotan utamanya Dia mengagumi perempuan. Selalu.
Dalam
beberapa pementasan drama, perempuan lagi-lagi menjadi tema yang
diusung. Pada sebuah teater-tari yang diadakan di teater Salihara, Pasar
Minggu beberapa bulan lalu, tema yang diangkat adalah tentang mitos
perempuan. Sebuah tampilan yang disutradarai oleh Wahyu Widayati ini
mendapat apresiasi yang baik dari penonton. Isinya sendiri menceritakan
tentang betapa nafsu kekuasan bisa merusak kebersamaan. Dikisahkan bahwa
sekelompok ibu-ibu yang berpakaian Jawa sedang merasa gundah karena
suami-suami mereka tengah dikuasai oleh seorang perempuan. Para isteri
jadi uring lanataran perempuan yang menguasai suami-suami mereka elok
rupawan dan bahenol. Sangat menarik apabila kita melihat langsung
teater-tari tersebut.
Saya
merasa bahwa sastra bisa berbicara tentang apapun, termasuk masalah
rumah tangga seperti ini. Sebetulnya yang diceritakan merupakan masalah
klasik yang tak akan habis kita bahas. Terlebih saya menilai urusan
rumah tanggal adalah urusan pribadi yang tak perllu orang lain tahu.
Tetapi dalam sebuah konteks sastra, kita membahas soal hidup, dan itu
adalah bagian darinya.
Selain
perempuan dalam karya sastra, perempuan pun bisa menjadi inspirasi
dalam bentuk karya seni lain. Seperti yang bisa kita baca di artikel
yang saya dapat dari koran Seputar Indonesia. Aneka peran perempuan
menjadi daya tarik tersendiri saat dituangkan dalam media kanvas dan
ukiran. Pada sebuah pameran yang diadakanl di teater Salihara, Jakarta
Selatan, beberapa bulan yang lalu, semua karya yang ditampilkan para
perupa perempuan mengemukakan beraneka ragam peran perempuan modern
dalam kehidupan rumah tangga.
Sangat menarik!
Sebanyak
13 lukisan dan 7 patung yang sepuluhnya dibuat oleh perempuan
menggambarkan peran perempuan klasik yang dikemas secara modern.
Perempuan dalam rumah tangga di kehidupan modern. Sedikit perlu kita
simak bahwa perempuan pada setiap jaman selalu berbeda, atau lebih
tepatnya lagi berubah. Pengertian beberapa gelintir orang mengenai hal
ini belum sepenuhnya benar. Kebanyakan orang berpendapat bahwa
setinggi-tingginya jabatan perempuan tetap saja dia harus bisa jago di
dapur, kasur, sumur.
Saya
secara pribadi tidak menampik hal tersebut tapi alangkah lebih baiknya
kita sedikit lebih dewasa bahwa kehidupan tak akan berlanjut tanpa ada
kaum hawa. Dalam agama yang saya anut, dinyatakan bahwa sebaik-baiknya
makhluk adalah perempuan shalehah. Belum pula kita bicara soal perempuan
yang menjadi bidadari di surga dan lain sebagainya. Tapi mengapa
diskriminsai masih saja sering terjadi. Tak seiring dengan makin
banyaknya undang-undang yang mengatur tentang perempuan dan lain
sebagainya. Semoga kita bisa lebih dewasa dalam menghadapi hal gender
seperti ini.
Kita boleh saja memiliki nilai baku untuk hal-hal tertentu. Tapi ingat saja, Tuhanpun memiliki nilai tersendiri untuk kita.
No comments:
Post a Comment