Ini tentang Tuan Cung yang menjadi saudagar kaya di kampung kami.
Kami biasa memanggilnya dengan sapaan akrab kami, yaitu Juragan Cung.
Dalam banyak hal Juragan Cung membantu kami jika sedang kesulitan. Dia
sangat ramah dan berhati mulia. Apabila ada orang sakit, Juragan Cung
rela dan ikhlas meminjamkan mobilnya kepada kami. Kalau ada hajatan
kecil-kecilan yang diadakan warga, Juragan Cung selalu datang. Beliau
sangat menghormati tetangga.
Juragan Cung juga cukup tampan. Dia
selalu mengenakan kacamata merek ternama (aku tak bisa mengatakannya
karena nama mereknya sulit di eja. Yang ku tahu kacamat itu dia beli
saat dia ada di Perancis). Kepala Juragan Cung selalu botak. Nggak
terlalu botak-botak banget sih. Tapi potongan rambutnya selalu pendek,
ia hanya sisakan barang satu atau dua senti untuk panjang rambutnya.
Tapi dia tetap tampan dengan stelan seperti itu. Terlebih, dia belum
beristri dan masih sangat muda. Ku perkirakan umurnya baru 30 tahun.
Kalian
pasti menyangka bahwa Juragan Cung adalang keturunan China. Bukan,
kawan. Dia orang pribumi asli. Dia benar-benar orang Indonesia, bahakn
kulitnya nyaris berwarna hitam. Tepatnya sawo matang sekali. Konon, nama
Cung diambil ketika dia masih kecil. Juragan Cung sebenarnya adalah
orang Sunda. Ketika kecil dia menyenangi daging ayam, tapi tak semua
bagian. Dia tak menyukai bagian kepala tapi menyukai bagian leher. Dia
menyukai bagian sayap tapi hanya ruas terujungnya saja. Yang jelas, dia
sangat menyukai bagian terpencil dari badan ayam: TUNGIR.
Karena dia sangat kaya, dia selalu bisa untuk makan tungir setiap kali dia berselera.
“Ma, hayang dahar yeuh. Lapar!”
“Dahar jeung naon?”
“Cungcurungan hayam.”
“Unggal poé dahar sabatan waktu téh ngan hayoh wé cungcurungan deui cungcurungan deui.”
“Alus Ma, teu loba kabeuki mah moal hésé hirup.”
“Dasar Cung!”
Dari
saat itulah nama Cung ada. Jika ku tak salah ingat, nama asli Juragan
Cung adalah Rd. Bagja Laku Hadé Rupa. Nama yang aneh. Tapi seorang
temanku yang kebetulan orang Sunda pernah berkata bahwa nama asli
Juragan Cung memiliki makna dalam yang sangat luar biasa. Bahkan tak
ragu temanku itu berkata bahwa bisa jadi hanya ada satu orang saja yang
memilik nama seperti itu. Arti namanya adalah Raden yang baik budinya
dan tampan rupanya. Sempurna.
Sedikit ku beri tahu kau, kawan. Ini
tentang kisah cinta Juragan Cung. Beberapa bulan lalu Juragan Cung patah
hati. Dia mencintai seorang gadis desa yang miskin tapi elok parasnya.
Gadis itu bernama Rea.
Awalnya yang kami tahu, Rea tinggal
sendiri kampong kami. Dia tinggal di sebuah gubuk kecil, ukurannya tak
lebih dari 4x4. Dia memasak dengan kayu bakar dan tak ada satupun barang
berharga di gubuk itu selain dirinya sendiri. Juragan cung mencintai
gadis itu dengan cara yang aneh. Dari situlah kita tahu kenapa sampai
usia 30 tahun Juragan Cung masih sendiri. Dia tak berpengalam dengan
cinta.
Satu waktu, Juragan Cung datang ke gubuk Rea membawa
bingkisan untuk sang pujaan hati. Saat Rea membukanya, kau tahu isi
bingkisan itu apa? Bukan boneka, bukan bunga, atau hal-hal yang merah
muda. Tapi..stelan bra dan celana dalam wanita. Tak sampai beberapa
detik JUragan Cung didorong keluar sambil memegang pipi yang merah
karena tamparan. Rea membakar bingkisan dari Juragan Cung bersamaan
dengan bakaran kayu bakar untuk memasak.
Minggu berikutnya,
Juragan Cung bersiap untuk meminta maaf, tentunya dengan membawa sebuah
bingkisan baru. Saat berjalan kaki menuju gubuk Rea, tak disangka rea
sedang diam dekat sungai. Langsung saja Juragan Cung mendekatinya.
“Rea, saya minta maaf soal kejadian kemarin.”
“Kalo
ngasih bingkisan tu yang sopan dong. Kalau suami memberikan barang itu
kepada istrinya ya sah-sah saja. Tapi kita kan pacaran aja enggak”
“Iya maaf. Ini saya kasih yang baru.”
Beberapa
detik kemudian Rea meninggalkan Juragan Cung dalam keadaan basah kuyup
kecebur di sungai, tentunya dengan tapak tamparan yang baru. Naas.
Ternyata
bingkisan yang diberi Juragan Cung kepada Rea adalah barang yang sama
hanya saja beda ukuran. Yang sekarang lebih besar daripada yang kemarin.
Aku tertawa mendengar gossip ini.
Selang 4 hari setelah kejadian
itu, Rea sudah pindah ke tempat yang tidak kami ketahui. Gubuknya kosong
begitu saja. Dia tidak pamit kepada siapapun saat pergi. Juragan Cung
patah hati. Sejak saat itu Juragan Cung sering berdiam diri di sungai.
Suatu
hari aku ingin memberitahukan sesuatu kepada Juragan Cung. Aku tahu
harus mendatanginya kemana: sungai. Aku berlari menuju sungai dan
kudapati Juragan Cung tidur dengan mulut berbusa. Matanya terbelalak
berwarna biru dan satu hal ganjal lagi, badan Juragan Cung terlihat
mengkak. Aku hanya berdiri di belakangnya. Padahal aku ingin katakan
bahwa barusan aku melihat Rea di tipi pak kades. Rea jadi artis.
No comments:
Post a Comment